ortu Berperan Cegah Remaja Lakukan Seks Bebas
Jayapura (ANTARA) - Para orang tua berperan mencegah para remaja melakukan hubungan seks bebas (seks di luar nikah) yang bisa berdampak buruk bagi remaja itu.
"Peran orang tua itu sangat penting untuk membina dan mengawasi anak-anak mereka yang masih tergolong remaja," kata Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua, Constan Karma, di Jayapura, Selasa.
Menurut Constant, dengan adanya pengawasan orang tua yang ekstra serta pembelajaran seks yang baik kepada anak diyakini dapat membantu anak untuk tidak melakukan hubungan seks di luar nikah.
Ia mengatakan, perbuatan anak-anak remaja seperti ini, harus secepatnya dihentikan dan jangan terus dibiarkan meluas terutama di tengah-tengah masyarakat.
"Tindakan yang salah dan melanggar hukum itu, harus secepatnya dicegah. Bagaimana nantinya masa depan generasi muda calon-calon pemimpin bangsa itu, kalau begini terus yang mereka lakukan," ujarnya.
"Ini jelas sangat memalukan dan tidak bermoral. Prilaku jelek yang tidak mencerminkan budaya ketimuran itu harus dihilangkan jauh-jauh," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan selain perlunya pengawasan orang tua, pendidikan agama dan keimanan yang kuat juga dapat mencegah atau "membentengi" para remaja agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji atau dapat menyesatkan.
"Pengawasan orangtua dan pendidikan keimanan dapat menyelamatkan masa depan generasi muda agar tidak berprilaku amoral," kata Constan.
Untuk itu, Constan Karma mengimbau kepada para orang tua untuk meningkatkan pengawasan terhadap anak di setiap pergaulan mereka, guna menghindari perbuatan-perbuatan yang menyesatkan.
1 komentar:
Menjamurnya lokalisasi, warung remang-remang, hotel “short time” atau losmen “esek-esek”, salon plus plus, panti pijat plus, sauna plus, karaoke plus plus, atau diskotek dengan layanan khusus/VIP, setidaknya bisa dijadikan cermin perilaku (seks) masyarakat kita. Layaknya hukum dagang yang mengacu pada permintaan dan penawaran, demikian juga yang terjadi dalam layanan plus-plus. Tingginya jumlah pria hidung belang, maka menjamur pula wanita jalang pemburu uang.
“Industri” seks pun merambah berbagai profesi: kapster, SPG, conter girl, sales marketing, hostes, caddy, bartender, waitress restoran, scoregirl, sekretaris, fotomodel, peragawati, artis, mahasiswi hingga siswi, siap menjadi gadis-gadis order, yang siap “dibawa” para “kumbang”.
Terjunnya mereka di dunia seks komersial umumnya dilatarbelakangi ekonomi, meski ada juga yang awalnya yang “terlanjur” karena pernah jadi korban “lelaki”. Bahkan, faktanya dalam hal melacurkan diri ini, kini bukan hanya persoalan perut, bukan soal “menafkahi” keluarga, namun sudah perkara memenuhi gaya hidup. Hedonisme menjadikan mereka memburu kesenangan belaka. Asal bisa gonta ganti hp dan kendaraan, membeli busana bermerek dan aksesori mahal, mereka rela mengorbankan kehormatan diri atau menjadi simpanan bos-bos dan om-om.
Tuturan di atas baru sebatas “jual beli”. Yang melakukan seks atas dasar suka sama suka, sex just for fun, atau sekadar mencari kepuasan pribadi, tentunya lebih banyak. Remaja/wanita hamil di luar nikah ada di kanan kiri kita, perselingkuhan sudah sering kita dengar, video mesum juga sudah bukan berita heboh lagi. Masyarakat seakan sudah abai atau malah justru permisif. Jika dahulu orang tua seperti dicoreng aibnya ketika anak perempuannya hamil di luar nikah, sekarang banyak orang tua yang justru bersikap biasa saja, bahkan cuek.
Pacaran zaman sekarang juga jauh lebih “canggih”, karena remaja sekarang lebih paham tentang hal-hal yang terkait reproduksi, bahkan paham bagaimana menghindari cara dan waktu berhubungan seks yang berpotensi kehamilan.
Tak berhenti hingga di sini. Seks bebas juga berkembang menjadi perilaku seks menyimpang: pesta seks, arisan seks, private party, incest (hubungan seks sedarah), hingga homoseksual. Lebih ironis, komunitas “maho” (manusia homo) berkedok demokrasi seks malah melembaga di negeri ini, mewujud dalam organisasi GAYa NUSANTARA.
Padahal, yang namanya kasus-kasus menyimpang soal seks seperti fenomena gunung es; di permukaan saja sudah memiriskan hati, apalagi yang tidak tampak. Perkembangan teknologi (TV, internet, HP, dsb) yang mengekspos budaya mempertontonkan aurat menjadi sarana “ampuh” dalam menimbun hasrat seksual para remaja. Alih-alih disalurkan pada tempatnya (baca: menikah), yang terjadi, kejahatan seksual seperti pemerkosaan dan sodomi, malah merebak di mana-mana.
Sistem pendidikan yang menempatkan agama sebagai suplemen, menjadikan anak bangsa ini miskin ilmu dan iman. Hal ini juga didukung dengan lemahnya pengawasan orang tua dan minimnya amar ma’ruf nahi mungkar.
Ironi memang sedemikian bebasnya seks bebas di negeri yang mayoritas muslim ini. Bagi orang tua yang membiarkan putrinya bebas bergaul dengan laki-laki, bagi “ustadz-ustadz cinta” yang menghalalkan pacaran, bagi “dai-dai gaul” yang diam seribu bahasa dengan maraknya perzinaan di negeri ini, sadarlah, seks bebas mengepung kita!
Komentar:
Hendaklah kita bertaqwa kepada Allah, kemudian membentengi diri dan keluarga kita dari perbuatan keji dan mungkar. Ya Allah jauhkanlah kami dan keluarga kami dari perbuatan keji dan mungkar, baik yang nampak maupun yang tersembunyi.
Post a Comment